Detail

Benteng Kolonial : BERTAHAN & MENYERANG


2009-12-01

Dengan bangkrutnya VOC, semua assetnya menjadi milik pemerintah Belanda. Begitu juga dengan wilayah yang dikuasainya. Wilayah Hindia Belanda memasuiki babak baru dibawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.

Benteng Marlborough di Bengkulu

Pada awal abad 19, Daendels dikirim ke Jawa untuk menjadi Gubernur Jendral dengan tugas utama untuk menahan serangan Inggris. Pada masa pemerintahannya, selain membuat jalan raya pos dari Anyer hingga Panarukan,  ia memperkuat kubu pertahanan Mester Cornelis, menjadikan Surabaya sebagai pelabuhan angkatan laut dengan benteng Lodewijk di Gresik untuk mengawasi selat Madura. Selain itu ia juga memerintahkan pembangunan sebuah benteng di Anyer serta melakukan pemugaran sejumlah benteng VOC di pantai Utara Jawa. Akhirnya Inggris berhasil menguasai tanah jajahan Belanda, kendati demikian Inggris tidak manaruh perhatian besar pada benteng-benteng yang ada. Inggris lebih berkonsentrasi untuk menguasai Keraton Jogjakarta.

 

Setelah penyerahan kembali tanah jajahan dari Inggris kepada Belanda pada tahun 1816, pemrintahan kolonial Belanda dihadapkan pada berbagai permasalahan. Peralihan kekuasaan dari VOC ke pemerintah Belanda tidak berjalan dengan mulus, banyak wilayah-wilayah yang tidak mau mengakui kekuasaan yang baru. Perlawanan-perlawanan terhadap bentuk penjajahan yang baru bermunculan di berbagai daerah di Nusantara; Benteng Duurstede di Saparua sempat berhasil dikuasai oleh rakyat Maluku yang dipimpin oleh Pattimura, di Sulawesi Belanda mendapat perlawanan hebat dari Kesultanan Bone sebelum akhirnya berhasil menguasai wilayah tersebut, demikian juga di Kalimantan dan Sumatra.

 

Di Sumatra, pada tahun 1821 Belanda terlibat dalam perang padri dibawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol yang baru berakhir pada tahun 1838. Sementara itu pada tahun 1825 hingga 1830 di Jawa berkobar gerakan perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Dipongoro yang karismatik melawan Belanda. Peperangan yang akhirnya dimenangkan oleh Belanda ini menelan biaya yang sangat besar.

Benteng Ambarawa, Jawa Tengah

Menyusul berakhirnya perang Jawa, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk meninjau kembali kebijakan pertahanannya dan membagi kawasan menjadi dua yaitu Jawa dan luar Jawa. Rangkaian gejolak di Eropa mendorong Gubernur Jendral Van den Bosch mengusulkan agar pertahanan Jawa dilancarkan dari daerah pedalaman dan pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah pedalaman. Kawasan Pantai Utara Jawa, Batavia, Semarang dan pelabuhan angkatan laut Surabaya diperkuat dengan tujuan agar musuh tetap berada di Utara yang tidak sehat. Sementara itu sebagai satu-satunya pelabuhan yang bagus di Pantai Selatan, Cilacap diperkuat dan untuk pertahanan terhadap perlawanan rakyat lokal dibangun rumah-rumah jaga (blokhuis) setiap jarak 7,5 – 15 km.

Benteng Pendem di Cilacap, Jawa Tengah

 

Melanjutkan kebijakan pertahanan Den Bosch, untuk memperkuat daerah pedalaman, sejumlah benteng baru dibangun. Benteng tersebut adalah Willem I di Ambarawa, Bandung, Gombong, Ngawi dan Melirup.Sementara di Batavia, Semarang dan Surabaya dibangun citadel beserta kubu pertahanan pantai dan Cilacap dibangun sebuah benteng besar begitu juga di Nusa Kambangan dibangun dua kubu pertahanan pantai.

 

Rancang bangun benteng yang dibangun di Jawa untuk menghadapi musuh Eropa tidak berbeda banyak dengan yang dibangun di Belanda, mengikuti perkembangan seni dan teknik bangunan pertahanan di Eropa. Bagian zeni angkatan darat memiliki rancang bangun standar untuk sebuah benteng kecil, yaitu berbentuk segi empat dengan dua bastion yang terletak berseberangan dalam garis diagonal, dengan sebuah meriam ditempatkan di atas landasan berputar. Biasanya dinding benteng terbuat dari tanah dilengkapi palisade dan bangunan-bangunan dari kayu atau bilik beratap rumput dan daun kering. Di sekeliling benteng digali parit sementara sebagai penghalang diletakkan pecahan gelas. Benteng-benteng seperti itu ditemukan di banyak tempat di kepulauan Nusantara seperti di Bangka dan Kalimantan, tetapi terutama dibangun di Aceh.

Gambar peta situasi Benteng Marlborogh, Bengkulu

 

Perjuangan rakyat Aceh yang dipimpin oleh Teuku Umar, Panglima Polim, Cut Nyak Dien dan Tengku Cik Ditiro membuat Belanda kewalahan dan menghabiskan biaya besar untuk memadamkannya. Sistem peperangan dengan mengandalkan teknik membuat benteng sementara terbukti kurang efektif, sehingga akhirnya terpaksa dihentikan.

 

Secara umum dapat diaktakan bahwa di luar Jawa hanya ada sedikit benteng kayu dan tanah yang dibangun pada masa perluasan wibawa kolonial, yang kemudian diganti dengan benteng dari batu.

 

QUICK SEARCH




PUSAT DOKUMENTASI ARSITEKTUR COPYRIGHT 2018