Detail

Benteng-Benteng di Indonesia


2008-11-04

BENTENG-BENTENG di INDONESIA

BENTENG-BENTENG di INDONESIA

BENTENG-BENTENG di INDONESIA
LANGKAH PERTAMA, itulah kata kunci dari keseluruhan acara seminar yang berlangsung di Museum Bank Indonesia Jakarta Kota, 29/08/2008. Kata kunci diambil dari pernyataan Bambang Eryudhawan dan Endy Subijono, pembicara dari Pusat Dokumnetasi Arsitektur, bahwa seminar ini baru pada tahap awal sebelum berlari untuk melampaui masalah dan tiba pada tujuan dan cita cita yang lebih besar, bila mau?

Seminar ini merupakan laporan kerja proyek Direktorat Jendral Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, bersama Pusat Dokumentasi Arsitektur, serta berbagai instansi terkait termasuk Museum Bank Indonesia. Mengusung tema `Masa Lalu dan Masa Depan 300 Benteng Benteng di Indonesia`.

Seminar dibuka dengan pidato selamat datang dari Purnomo, mewakili petinggi Bank Indonesia lalu diteruskan pidato pembukaan Dr. Ark Djauhari Sumintardja Dipl.Bldg.Sc, Ketua Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA), mempresentasikan film benteng benteng di Indoensia. Lalu pidato kunci dari Drs. Hari Untoro Dradjat, Direktur Jendral Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan ariwisata, mengutarakan visi dan misi proyek ini.

Seminar berlangsung dalam Dua sesi besar, sesi petama tampil Hans Bonke, ahli sejarah dan arkeologi Belanda, mempresentasikan definisi `benteng` secara umum dari perspektif ilmu arkeologi. Lalu Prof. Mundarjito, ahli arkeologi Universitas Indonesia mempresentasikan hal yang lebih spesifik yaitu penelitian benteng benteng di Indonesia. Arya Abieta tampil sebagai Moderator.

Sesi kedua, tampil pembicara lintas berbagi disiplin ilmu maupun bidang privat terkait. Mulai dari presentasi `Potensi Benteng-Benteng di Indonesia, Studi Kasus: Benteng Oranye` secara estafet oleh Bambang Eryudhawan dan Endy Subijanto, presentasi ini masih taraf paling dasar yaitu `inventarisasi data` dengan pendekatan metode standar PBB, jadi belum sampai pada tahap aplikatif terkait misalnya `wisata`. Lalu ada tambahan sedikit presentasi sambil bergurau dari Prof. Danisworo, Ahli Perencanaan Kota.

Cor Passchier, Arsitek Konservasi dan Ketua PAC Architects & Consultans, Belanda, memberikan dua kata kunci yaitu `unik` dan `manfaat ekonomi` kaitannya dengan konservasi dan arsitektur. Lalu Ella Ubaidi, pemerhati pelestarian dan pengembangan ekoturism, mengutarakan budaya benteng khusunya Indonesia Timur.

Tanya jawab sesi akhir ini benar benar mulai memanas karena unsur sosial, ekonomi, dan kebijakan politis, status hukum, bahkan unsur militer pun tampil mewarnai sidang seminar. Danang Priatmojo, ahli tata kota dan antropolog, Dekan fakultas teknik Univeritas Taruma Negara. Berbagai usulan solusi terungkap secara sepintas mengingat keterbataan waktu, kisah nyata keberhasilan Sawah Lunto sebuah kota kecil yang mampu memanfaatkan potensi wisatanya, yang sempat pernah membuat Bambang Eryudhawan menitik air mata, karena haru dan takjub akan keberanian Pemda setempat membuat keputusan politis yang mujarab mengatasi masalah Sawah Lunto.

Seminar tampaknya ditutup dengan kesimpulan yang terungkap dalam kalimat kunci, Apakah mau melangkah lebih lanjut mengembangkan potensi Arkeologi Benteng Benteng di Indonesia? Next Step?
(text by ros, images by Pusat Dokumentasi Arsitektur)

QUICK SEARCH




PUSAT DOKUMENTASI ARSITEKTUR COPYRIGHT 2018